Acara FDK (Forum Diskusi Komisariat) UIN SATU Tulungagung kembali digelar di Rayon Al-Khawarizmi tertanggal 14 Maret 2024. Acara ini terus digulirkan pada setiap rayon-rayon yang berada di bawah naungan PMII Komisariat UIN SATU Tulungagung.
Dimulai sekitar jam 8 malam setelah tarawih, laki-laki dan perempuan, sahabat-sahabat telah duduk nyaman dalam rumah yang dikontrak untuk ruang mengudaranya gerakan dan pikiran Rayon Al-Khawarizmi. Kopi dan teh sudah mulai dituang waktu itu dan gorengan telah masuk mulut peserta, pemantik, dan moderator.
Acara yang digagas komisariat ini (FDK) bertujuan membuka wawasan, dan melihat dunia yang amat luas melalui ide-ide yang tersebar, baik di dunia Barat hingga Timur, Selatan sampai Utara. Agar peserta acara yang berbaju PMII atau umum mampu dan berani untuk bersikap dengan lugas dan berdasar yang tak dangkal.
Dengan tema "Pop Culture Hingga Dehumanisasi", acara ini menopang setidaknya 40-an telinga dan mulut yang saling bergantian untuk berdalih dan tertawa-tawa. Dari Sahabat Renaldi sebagai moderator yang membuka acara dan menyela pemantik untuk mengiris pernyataan dengan pertanyaan-pertanyaan dari peserta.
Diawali mencari arti dan makna budaya pop dan dehumanisasi, pemantik mencoba membuka jalan bagi berpikirnya peserta, tanya dan jawab menjadi metode awal pembukaan acara ini.
Dari zaman ketika dunia mulai disinari ilham kebebasan berpikir, sampai ketika budaya dirusak oleh kebebasan itu sendiri, dengan akhir hilangnya kodrat dan nilai manusia—adalah penjelasan yang diungkap oleh pemantik. Tokoh frankfrut tak luput dibicarakan, mulai dari Adorno dan teman-temannya yang mengkritik budaya pop.
Salah satu pertanyaan awal yang disampaikan oleh ketua rayon Al-Fraire ialah bagaimana menyikapi masalah yang dihadirkan oleh pop culture? Bagaimana solusinya? Kira-kira begitulah yang penulis dengar
Bukan mengabaikan pertanyaan, pemantik menjelaskan bahwa pertanyaan itu akan terjawab dalam sesi terakhir diskusi ini.
Sedang orang-orang serius mendengarkan, pemantik memberikan informasi-informasi, tiba-tiba datang roti bakar dan buah durian yang telah dibelah di atas piring dari dapur ruang belakang.
Banyak tanya jawab yang tak mungkin penulis tulis semua dalam berita ini. Namun, ada setidaknya percakapan tanya-jawab yang perlu kiranya penulis cantumkan dalam tulisan ini.
Adalah ketika Pak Kom Aris, ketua komisariat, dimintai oleh moderator untuk memberikan komentar-komentar setelah hampir dua jam lebih perdiskusian bergulir, membuat setiap kepala peserta mulai menguap, mengeluarkan asap-asap kepanasan.
"Jadi, sebelum saya menutup dengan apa yang biasa disebut closing statement, sebenarnya saya ingin bertanya. Pertanyaan saya, hubungan pop culture dan dehumanisasi itu sebenarnya apa. Maksudnya adalah hasil dari pop culture itu dehumanisasi, saya kira belum jelas diperbincangkan", kata Pak Kom.
Lalu Sahabat Zen pun menimpali; "Jadi, dalam isu-isu terdekat dari sekarang. Kita bisa melihat bahwa banyak kasus diskriminasi dalam media sosial. Media sosial itu, adalah contoh dari pop culture."
Tak lama setelah Sahabat Zen mengakhiri kalimat pamungkasnya, Pak Kom kembali menimpali; "Ya, itu adalah contohnya. Namun, bila dehumanisasi adalah hilangnya nilai atau kodrat manusia. Lalu nilai atau kodrat manusia manakah yang hilang akibat pop culture ini?"
Sahabat Nopal meminta ijin kepada moderator untuk ijin bicara; "Kodrat manusia yang hilang itu adalah kodrat pikiran. Dari media sosial, kita diminta untuk menanggalkan pikiran kita dengan sadar atau tak sadar. Jadi, bagian kodrat manusia yang hilang itu adalah kodrat manusia untuk berpikir." Begitulah ungkap Sahabat Nopal.
Setelah Sahabat Nopal, ada moderator yang lebih menjelaskan dan menerangkan apa yang diterangkan oleh Sahabat Nopal, lalu pemantik juga andil dalam percakapan terakhir sebelum acara ini sah diakhiri.
Ketika acara berakhir, peserta mulai bubar. Setelah bubarnya peserta, penulis bertanya kepada Pak Yon Bagas sebagai tuan rumah FDK kali ini. "Keseluruhan acara ini alhamdulillah berjalan dengan baik dan semoga tetap di istiqomah meskipun kita puasa. Badan boleh berpuasa, tapi akal tidak boleh berpuasa." Begitu kiranya tanggapannya yang kemudian bisa kita renungi bersama.