Diskusi dengan Mas Iqbal, Penulis Buku Lelaki Sunni di Kota Syi’ah

Doc. Istimewa

Rabu, 20 Maret telah diselenggarakan acara diskusi yang bertempat di MAROFO Coffee Shop Desa Tanjungsari Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Kegiatan diskusi ini dimulai pukul 21.00 sampai 22.30 WIB. 

Diskusi ini dihadiri oleh beberapa organisasi ekstra kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan organisasi eksternal yang lain. Bahkan, diskusi yang seru ini juga dihadiri oleh peserta dari luar kampus. Forum ini diselenggarakan oleh LP2M UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang berkolaborasi dengan penerbit buku Mizan. 

Pertemuan ini dihadiri juga oleh Mas Iqbal Aji Daryono, penulis buku Lelaki Sunni di Kota Syi’ah yang diterbitkan oleh Mizan sebagai pemateri. Kebetulan sebelum menghadiri forum ini beliau mengisi seminar bedah buku yang berada di UIN SATU Tulungagung, tepatnya di Aula Gedung Pascasarjana. 

Lebih tepatnya diskusi ini adalah wadah untuk sharing pengalaman terkait sepak terjang di dunia tulis menulis dari penulis buku Mizan itu.

Diskusi ini diselenggarakan dengan tujuan menjadi wadah sharing pengalaman dan menambah wawasan baru dalam proses menulis, entah itu menulis esai, buku atau karya yang lain.

Antusias dari peserta dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa atau akademisi yang hadir, sampai duduk berdesak-desakan. Namun, walau kondisi yang begitu sesak tidak mengurangi rasa semangat untuk senantiasa berdialog dengan penulis ulung itu. Banyak sekali ilmu yang didapatkan dari pemaparan pengalaman penulis mengenai proses perjalanan kepenulisan awal hingga terbitlah buku yang sangat luar biasa. 

Dengan genre buku yang bernuansa catatan perjalanan, beliau menyebutkan bahwa untuk menulis catatan perjalanan diperlukan penguasaan subjektifitas sedalam mungkin untuk memotret hal-hal yang sangat penting ketika perjalanan. Perlu diketahui bahwa buku Lelaki Sunni di Kota Syi’ah ini menceritakan tentang perjalanan beliau ketika pergi ke Karbala, salah satu tempat di Irak. Mengingat Irak sebagai salah satu negara dengan basis Syi’ah yang cukup besar, perjalanan seorang Sunni untuk sampai ke sana dirasa adalah perjalanan yang unik.

Pemateri juga berbagi cerita tentang kepenulisan yang kian hari kian sulit diminati oleh masyarakat terutama mahasiswa. “Saya dulu adalah orang yang pada awalnya hanya menulis di Facebook saja. Namun, pada akhirnya saya ingin menulis sebuah perjalanan saya yang kebetulan saya juga hobi jalan-jalan,” ucap penulis. Hal ini yang kemudian sangat menginspirasi bagi peserta bahwa menulis tidak harus selalu bersifat kaku atau ilmiah, tapi menulis bisa dimulai dari kejadian-kejadian keseharian. Apalagi dengan adanya sosial media, menurut beliau dapat dijadikan ruang untuk mengekspresikan catatan-catatan ringan. 

“Menjadi seorang penulis catatan perjalanan ini tidak sama dengan menulis ilmiah. Catatan perjalanan harus mengutamakan pengamatan dan pengalaman subjektif dari seorang penulis yang bahkan kemudian dalam penyajiannya, pembaca seakan akan dibawa oleh perjalanan tersebut. Dalam menulis yang bersifat subjektif ini tentunya diperlukan analisis yang matang dalam pelbagai kejadian di sekitar kita, dan analisis itu didapatkan dari banyak-banyak membaca,” imbuh beliau. Ini yang menjadi poin menarik bahwa terkadang kita sering mengabaikan peristiwa-peristiwa sehari-hari, padahal setiap perjalanan laku hidup yang dilakukan memiliki beragam makna yang dapat dituliskan.

Menurut beliau tidak ada penulis yang baik sebelum dia menjadi pembaca yang baik. Dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang handal, diperlukan wawasan dan literasi yang kuat pula. “Menulislah dengan tema yang anda kuasai, menulis itu harus dipaksa, sama halnya dengan bekerja atau kuliah misalnya. Menulis itu perlu dilatih dengan konsisten seperti olahraga. Jika Anda ingin memiliki badan yang atletis misalnya, maka Anda harus berlatih secara konsisten, sama halnya dengan menulis,” kata penulis yang akrab disapa Mas Iqbal ini. Hal ini dirasa menjadi salah satu argumen yang nyata untuk mendongkrak semangat para peserta, sehingga mereka senantiasa termotivasi dengan adanya sharing pengalaman dari penulis buku yang sukses.




Penulis: Hilmi (Kader Rayon Rumi)

Editor: Alfin dan Putri

Lebih baru Lebih lama