![]() |
Foto mahasiswa Tulungagung - Munawir - Dok. Istimewa |
Berbicara soal budaya literasi, tentu tidak terlepas dari dunia pendidikan. Secara umum pengertian literasi adalah kemampuan yang berkaitan dengan membaca dan menulis, namun sebenarnya literasi tidak hanya terkait membaca dan menulis, tetapi juga berhubungan erat dengan berbahasa yaitu, membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Selain itu, budaya literasi merupakan pondasi dalam membangun sebuah negera, terutama meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan pengetahuan yang lebih luas.
Apalagi seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat dan pesat di era saat ini. Membuat budaya literasi semakin perlu diperhatikan diberbagai negara terutama Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh Suherdi, dkk (Suherdi et al., 2021) bahwasanya bangsa yang besar adalah bangsa yang ditandai dengan masyarakat literat dan memiliki peradaban yang tinggi. Tentu Indonesia yang merupakan bangsa yang besar harus mampu dan berusaha untuk mengembangkan literasi di abad 21.
Adanya budaya
literasi yang melekat pada diri setiap pemuda terutama mahasiswa akan sangat
membantu perkembangan bangsa Indonesia karena kegiatan berliterasi dapat
membentuk pola pikir maju dengan berpandangan yang lebih luas. Sebab bangsa
yang memiliki literasi yang tinggi akan mampu mengahadapi persaingan global.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cepat dan pesat di era digital saat ini, telah membawa perubahan gaya hidup instan di masyarakat sosial abad ke 21. Dengan maraknya penggunaan gedget sebagai penopang kebutuhan belajar, berdagang maupun sebagai sarana hiburan. Perkembangan seperti itulah yang telah diakui sebagai awal munculnya generasi di era society 5.0.
Era society 5.0 merupakan
kelanjutan dari era revolusi industri 4.0 yang mempunyai peranan besar di
bidang industri dalam menciptakan dan mengimplementasikan manufaktur guna
mempercepat produktivitas atau artificial intelegent (AI). (Nastiti & Abdu, 2020) menjelaskan bahwa
pemerintahan Jepang telah mencetus sebuah era bernama era society 5.0 dengan membentuk sebuah konsep yang membahas tentang faktor
keadaan sosial masyarakat yang tidak hanya terbatas mengenai faktor manufaktur
saja. Melainkan mempunyai konsep big data yang dikumpulkan melalui teknologi
internet oleh Internet Of Things (IOT) yang diubah menjadi Aritifical
Inteligence (AI) untuk membantu masyarakat sosial dalam aspek kehidupan
yang lebih baik.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia (Kemendikbud, 2017) dalam pemyusunan peta jalan "Generasi Emas Indonesia 2045" juga menjelaskan tentang kesepakatan yang dikeluarkan oleh presiden Jokowi Dodo melalui Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dengan menetapkan tujuan global pendidikan yakni “Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua”. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah ditetapkan 7 sasaran global dan sasaran nasional RPJMN, salah satunya berfokus untuk menjamin kebutuhan pemuda baik perempuan maupun laki-laki dalam kemampuan berliterasi dan nuermsia. Seperti pada gambar berikut:
Mengingat, bahwa budaya literasi di Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan survie dan penelitian yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 tentang budaya literasi terhadap 70 negera dan ternyata Indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negera. Dijelaskan bahwa total bahan bacaan rata-rata 0,09 setiap jumlah penduduk Indonesia.
Berarti satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun.
Bayangkan betapa rendah indeks peminatan dalam membaca. Sedangkan Standar
UNESCO minimal 3 buku untuk setiap orang setiap tahunnya (Utami, 2021). Melihat hal
tersebut, tentu dapat disimpulkan bahwa budaya membaca yang tidak terlepas dari
literasi masilah kurang. Padahal budaya literasi sangatlah penting diterapkan
di lembaga pendidikan yang memang merupakan wadah literasi dapat bertumbuh.
Apalagi dalam ruang lingkup kampus, harusnya budaya membaca dan menulis dapat
tumbuh dengan maksimal.
Dari situ, harusnya mahasiswa dapat mengoptimalkan dan mengambil peran penting dalam berliterasi. Pada hakikatnya, dengan berliterasi tentu dapat menumbuhkan jiwa yang berkompeten, membentuk cara berpikir, bercakap, dan komprehensif. “Kuasai dunia dengan ilmu, jalannya adalah belajar, senjatanya adalah menulis, kekuatannya berasal dari membaca,” itulah sepenggal kata-kata dari Dr. Fahrudin Faiz seorang pakar Filsafat Islam, yang mengartikan betapa pentingnya berliterasi dalam memperbarui kehidupan bangsa ini.
Bayangkan jika mahasiswa masih malas dalam hal membaca dan menulis lalu
bagaimana mereka bisa memberikan peran dan perubahan dalam membangun Indonesia
lebih maju? Memang literasi bukan sekedar kata melainkan makna, bukan juga
sekedar kemampuan baca tulis, melainkan segenap kemampuan individu dalam
mewujudkan potensial dan skill yang dimiliki untuk menghadapi perkembangan
terknologi informasi dan komunikasi khususnya di era society 5.0.
Persoalan tersebut sebenarnya dapat
dipecahkan dengan berkaloborasi bersama-sama, karena pendidikan yang bermutu
dapat dioptimalkan dan diupayakan oleh semua pihak, termasuk calon guru
profesional yaitu mahasiswa harusnya mempunyai kepriadian unggul. Sebab, mahasiswa
adalah mutiaranya agen of change dan
kaum intelek, pelopor perubahan yang memiliki wawasan dan pengetahuan luas
dalam menuangkan ide atau gagasan pembaruan inovasi dan variatif. Bukan sekedar
slogan-slogan demonstrasi saja.
Sebenar-benarnya mahasiswa adalah
mahasiswa yang tidak sekedar mementingkan akademis. Namun realitasnya masih
memikirkan kualitas hidupnya. Padahal yang di maksud kepribadian ini adalah
kepribadian yang mampu menganalisis dan melihat kondisi sekitarnya serta
berperan menjadi pemegang kunci untuk menentukan arah kehidupan masyarakat dan
bernegara. Menimbang kondisi yang memprihatinkan terkait rendahnya literasi di
Indonesia hendaknya menjadi perhatian mahasiswa.
Oleh karena itu, peran mahasiswa sangat diperlukan dalam membentuk generasi muda yang melek-aksara, ber-intelek, produktif, komprehensif dan cakap dalam menumbuhkan budaya literasi dengan pemanfaatan teknologi di era digital saat ini, untuk mewujudkan "Generasi Indonesia Emas 2045".
Mahasiswa adalah insan akademis dengan tingkat
intelektual yang tinggi. Karena dalam penerapannya akan mempengaruhi kompetensi
dibidang akademik, kondisi lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya kehidupan
masyarakat. Menurut Karisma, dkk (Dera et al., 2017) ada tiga peran
penting yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk membawa Indonesia lebih maju
yaitu, sebagai agen of change, social
control, dan iron stock.
Berdasarkan pemaparan di atas, ada
beberapa usaha yang dapat dilakukan mahasiswa dalam mengoptimalkan budaya
literasi di Indonesia, antara lain:
- Pentingnya kesadaran
akan budaya literasi
Dalam kelangsungan
kehidupan kesadaran adalah suatu hal yang penting, terutama dalam berintegrasi
bersama masyarakat. Sebagai mahasiswa tentu haruslah sadar bahwa betapa
pentingnya budaya literasi di era digital seperti ini yang sedang maraknya
berbagai informasi di media sosial maupun internet. Jika sebagai kaum mahasiswa
sadar akan berliterasi tentu akan mempermudah mereka dalam mencapai tujuannya. Sebaliknya,
jika kesadaran itu tidak ada, maka akan sulit untuk memotivasi dirinya dan
bahkan rasa keingintahuannya sudah pudar, hanya ada rasa acuh tak acuh.
- Dari diri sendiri
Peran mahasiswa dalam
mengoptimalkan budaya literasi sebaiknya dimulai dari diri sendiri dengan cara
menanamkan semangat dan antusias dalam hal membaca dan menulis serta
memanfaatkan teknologi dan komunikasi secara tepat. Selain itu, juga ikut aktif
berperan dalam meningkatkan budaya literasi di lingkungan sekitar.
- Sebagai fasilitator
Untuk menghadapi era society 5.0 peran mahasiswa sebagai
fasilitator adalah memberikan pelayanan dan pembekalan kepada generasi muda dan
masyarakat terkait budaya literasi dengan pemanfaatan teknologi digital,
seperti mengadakan diskusi bedah buku maupun pembahasan seputar perkembangan
literasi di era digital, melalui pemanfaatan media Zoom, G-meet, dan Youtube.
- Sebagai pelopor
Mahasiswa sebagai pelopor
yaitu, memberikan perubahan, penyampaian kebenaran, dan memposisikan
kemampuannya. Karena mahasiswa merupakan montor penggerak dinamis masyarakat. Untuk
itu, mahasiswa harus memberikan ruang gerak bagi para generasi muda dan
masyarakat dalam mengembangkan literasi. Seperti, mengadakan komunitas
perpustakan jalanan, lapak buku atau rumah baca.
Demi meningkatkan budaya literasi untuk menuju “Indonesia Emas 2045” di era society 5.0. Sudah saatnya mahasiswa sebagai generasi muda yang bersinergi dan berdedikasi di dunia pendidikan maupun masyarakat sosial untuk bergerak dalam memberikan perubahan, melalui ide atau gagasan yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatan perkembangan teknologi secara baik. Demi menjadikan Indonesia lebih maju, terutama di bidang literasi.
Penulis: Al Fatih Rijal Pratama
Editor: Munawir
DAFTAR PUSTAKA
Dera, N. K., Mujiwati, E. S., & Mukmin, B. A.
(2017). Peran Mahasiswa Milenial Dalam Era Revolusi Industri Untuk Indonesia
Maju. Literasi Dalam Pendidikan Di Era Digital Untuk Generasi Milenial,
163–170.
Kemendikbud. (2017). Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045.
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1–30.
https://paska.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/08/170822-V.2-Generasi-Emas-2045-.pdf
Nastiti, F., & Abdu, A. (2020). Kajian: Kesiapan
Pendidikan Indonesia Menghadapi Era Society 5.0. Edcomtech Jurnal Kajian
Teknologi Pendidikan, 5(1), 61–66.
https://doi.org/10.17977/um039v5i12020p061
Suherdi, D., Fadillah Rezky, S., Apdilah, D., Sinuraya, J., Sahputra,
A., Syahputra, D., & Wahyuni, D. (2021). Peran Literasi Digital Di Masa
Pandemik. Cettleya Darmaya Fortuna.
Utami, L. D. (2021). Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah, Ranking 62 Dari 70 Negara. https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661