Cerpen; Bintang Diantara Langit

Bintang Diantara Langit
Bintang Diantara Langit - FelixMitterMeier - Pixabay

Kala itu ...

Ketika aku memandang langit yang berisikan ribuan bintang kelap-kelip

Di bawah pohon yang rindang di malam yang gelap

Ditemani hembusan angin yang dingin

Bersama seseorang yang aku sayangi

Dengan memegang kedua telapak tangannya

Menyandarkan kepala ke pundaknya sambil menatap langit yang berkilauan

Ia berkata: Nak, kelak jika kau sudah dewasa jadilah seperti bintang di antara langit yang mengusap sedih dan menghibur dikala sepi dengan kilauannya

Namun ...

Saat ini hanyalah tinggal tutur kata yang dikenang

Melekat dalam pikiran

Meluluhlantakkan hati ini

Tiada lagi kelembutan tangan

Hanya ada rasa sepi

Membelenggu seluruh tubuh ini

Sungguh aku merindukanmu

Saat kita bersama dan merajut pilu

Kisah ini menceritakan seorang anak yang tinggal di daerah penggunangan di Desa Nglegok, di daerah yang alamnya masih asri, suasanya yang sejuk, kicauan burung yang merdu. Terdapat sebuah gubuk yang ditempati oleh seorang anak, yang hatinya mengalami luka amat dalam tentang peristiwa yang menimpanya, dia adalah Bintang.

Waktu itu mejelang sore, terdengar langkah kaki seorang payuh baya yang mengangkat beban kehidupan di punggungnya.

“Nak tolong bantu meletakan kayu di belakang dapur,” ujar si Mbok, sembari menurunkan sebongkok ranting pohon dari punggungnya.

“Baik mbok,” sambil melangkahkan kaki menuju tempat si Mbok.

“Kalau sudah, segera mandi nak,” ujar si Mbok.

“Iya mbok,” jawab Bintang.

            Saat ini Bintang memang tinggal bertiga bersama adek dan neneknya karena suatu peristiwa yang menimpanya. Setiap harinya Bintang selalu bekerja keras membantu neneknya demi mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

            Waktu itu tak terasa sudah malam, langit-langit yang awalnya cerah tertimbun kegelapan. Malam itu suasananya sangat dingin sekali dengan diiringi suara adzan isya, para warga desa berbondong-bondong memasuki masjid, termasuk Bintang. Selesai solat berjama’ah Bintang bergegas masuk ke kamarnya, membuka buku dan mengerjakan tugas seperti biasa. Namun, suasana saat itu membuat hatinya resah, pikiranya tak bisa fokus, terbayang-bayang akan peristiwa yang membuat dirinya kecewa, seakan-akan hatinya sudah tenggelam dalam peristiwa itu. Karena tidak tahan dengan kondisi tersebut, akhirnya Bintang memutuskan keluar kamar untuk mencari ketenangan dalam dirinya yang sudah terbuai dengan bayangan-bayangan menyakitkan. Kemudian ...

“Lo nak, kamu mau kemana?” ujar si Mbok sambil menonton tv.

“Mau keluar sebentar Mbok, cari angin malam,” jawab Bintang.

“Jangan sampai terlalut malam nak,”ujar si Mbok.

“Baik Mbok,” jawab Bintang.

Lalu, Bintang melangkahkan kaki keluar gubuknya, dengan disambut angin yang dingin serta suasana yang sangat sunyi di sekitar gubuknya. Bintang duduk di lincak dekat pohon mangga sambil memandangi langit. Saat itu, langit di penuhi kerumunan bintang-bintang yang indah, sambil memandangi bintang-bintang itu, tiba-tiba dia teringat kata terakhir seseorang wanita yang sangat dia cintai yaitu Ibunya. Beliau pernah berkata” Nak, kelak jika kau sudah dewasa jadilah seperti bintang di antara langit yang mengusap sedih dan menghibur dikala sepi dengan kilauannya”. Namun saat ini, Bintang tidak bisa menjadi bintang yang ada di langit, karena dirinya sudah terlanjur hancur oleh peristiwa itu.

Kejadian itu, terjadi saat Bintang berusia 8 tahun, ketika malam hari dia tidak sengaja mendengar pertengkaraan Ayahnya dengan si Mbok, mau bagaimana lagi semenjak ibunya tiada, Ayahnya tetap bersikeras ingin menikahi seseorang wanita yang terpandang, yang bisa membuat keluarga ini hidup bahagia dan berkebutuhan seperti tetangga.

“Saya tetap tidak setuju kamu menikah lagi mat,” ujar si Mbok, dengan nada yang tegas.

“Mak, saya menikah juga demi kehidupan keluarga kita, jika saya menikah dengan Indah bayangkan Mak keluarga kita akan hidup dengan kebutuhan yang luar biasa, dan kewibawaan saya akan meningkat di kalangan masyarakat,” jelas Rahmat.

Akan tetapi, Rahmat tetap bersikeras agar keinginananya terkabulkan, tapi berbeda dengan apa yang dikatakan si Mbok.

“Apakah kamu sudah lupa dengan Asri,” tanya si Mbok.

“Asri sudah meninggal Mak tak perlu diungkit-ungkit lagi, dia sudah tenang di alam sana. Apakah Mak tega lihat saya hidup menyendiri tanpa soerang wanita?” ucap Rahmat

“Bukan begitu mat, tapi saya sangat memperdulikan anakmu, apakah kamu tidak berfikir bagaimana persaaan anakmu, sampai-sampai kau tega melantarkan anakmu?” jelas si Mbok.

“Mak saya tetap akan menafkahi anak-anak seperti biasa,” ujar Rahmat.

“Tapi saya tetap tidak setuju mat,” jawab Si mbok.

            Braaaakkk, suara tendangan Rahmat yang menghantam kursi sampai mencium tanah.

“Terserah Mak, saya akan tetap melakukanya, saya titip Bintang,” tegas Rahmat, dengan nada kecewa akan jawaban si Mbok, sambil menendang kursi dan keluar dari ruangan tersebut

Bintang yang mendengar hal tersebut sampai terpukul perasaanya, dia tidak percaya apa yang telah diucapkan oleh ayahnya, tanpa berfikir panjang Bintang langsung menghampiri Ayahnya yang hendak keluar meninggalkan seisi ruangan.

“Ayah mau kemana?” Teriak Bintang, sambil mengejar Ayahnya.

“Lho Bintang kok sudah bangun,” ujar Rahmat.

“Ayah mau pergi kemana?” tanya bintang sambil memeluk sang Ayah-nya sampai mengeluarkan air matanya.

“Ayah akan pergi keluar negeri sayang, kamu sama si Mbok di rumah yang tenang ya jangan nakal,” jawab Rahmat.

            Perkatanya Rahmat hanyalah pemanis kata buat anak kecil, tapi berbeda lagi dengan Bintang yang merasakan akan perkataanya itu.

“Tapi Ayah cepat pulang kan?”Tanya Bintang.

“ Iya pasti nak, Ayah bakal pulang dan akan membelikan mainan mobil yang besar buat Bintang,” ujar Rahmat.

“Ayah aku tidak membutuhkan itu, aku hanya ingin ayah selalu ada di sampingku,” jawab Bintang sambil meteskan air matanya.

“Tidak bisa sayang, Ayah harus pergi demi kehidupan keluarga kita,” ujar Rahmat.

“Tapi Ayahkan bisa membantu nenek juga,” ujar Bintang dengan polosnya.

“Itu belum cukup nak, Ayah akan tetap pergi kamu sama si Mbok nak, bantulah si Mbok kamu,” ujar Rahmat sambil mencium dahi Bintang.

“Tapi yah Bintang akan menyendiri di gubuk ini,” jawab Bintang.

“Kan ada adek sama Si mbok yang selalu menemani Bintang, Ayah akan tetap pergi nak, jagalah mereka,'' ujar Rahmat sambil memalingkan badanya meninggalkan Bintang

“Ayaaaaaaahhhhhhh,” teriak Bintang yang begitu lantang melihat sosok orang yang dicintainya pergi meninggalkan dririnya.

 Hal tersebut terlanjur terjadi, sosoknya-pun sudah tenggelam dalam kegelapan bersamaan dengan jejak kakinya yang tersapu oleh hembusan angin malam, lebih parah lagi perkataan yang sudah membohongi dirinya, yang melululahtahkan isi hatinya. Apalagai Bintang yang sudah mengetahui kebenaran akan peristiwa itu, betapa hancurnya hatinya. Sampai sekarang sosok kehadiran Ayahnya tidak pernah muncul lagi. Walaupun dia muncul hal tersebut akan memperparah keadaan, karena kehadirnya seperti mendung yang menutupi cahaya bintang dilangit.

 Seketika itu Bintang teringat dan merindukan sosok Ibunya yang selalu membelanya dan mendampinginya ketika Ia kesepian. Namun saat ini hanya ada hati yang sepi dan kesendirian dalam kegelapan sambil memandang langit yang bersikan ribuan bintang kelap-kelip dengan tangan yang mengusap air mata yang berjatuhan di pipinya.

Penulis: Rijal Pratama

Editor: Munawir

Lebih baru Lebih lama