Mahasiswa di Era Post Truth: Mencari Kebenaran di Tengah Kebisingan Informasi
Di tengah gelombang riuh informasi yang membanjiri ruang digital kita, mahasiswa menjadi pelaut di lautan penuh gelora. Era post-truth, sebuah istilah yang mengisyaratkan masa ketika fakta sering kali kehilangan bobotnya, membawa mereka pada perjalanan mencari kebenaran sejati dalam serpihan data yang berkilau namun kosong makna. Di sinilah tantangan dan peluang berpadu, menyambut para penuntut ilmu untuk menjadi penyelidik yang peka terhadap kontras antara kenyataan dan ilusi.
Setiap hari, mahasiswa dibombardir oleh beragam suara berita, opini, meme bahkan kabar burung. Dalam hiruk-pikuk ini, suara mana yang seharusnya mereka dengarkan? Di tengah kebisingan itu, kebenaran seringkali tersamarkan; ia bisa saja menampakkan diri dalam bentuk yang tidak terduga. Sebuah fakta bisa diputarbalikkan sedemikian rupa sehingga menari di atas kebenaran yang nyata dan mengubah cara pandang kita terhadap dunia.
Namun demikian, pencarian kebenaran adalah tugas mulia bagi seorang mahasiswa. Dalam upayanya untuk memisahkan benih dari sekam, mereka harus mengasah kemampuan kritis: membaca dengan teliti dan menggali lebih dalam daripada sekadar permukaan informasi. Tugas ini bukanlah hal mudah; seperti seorang alkimiawan yang berusaha menemukan emas di tumpukan debu. Terlebih lagi ketika bias personal atau pengaruh media sosial mengaburkan persepsi mereka.
Buku-buku tebal dan diskusi kelas hanyalah langkah awal menuju pencarian tersebut. Mahasiswa dituntut untuk bergerak melampaui batas halaman buku dan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan mencabar: Siapa yang berbicara? Apa tujuan dari informasi ini? Adakah bukti konkret untuk mendukung klaim ini? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi peta jalan untuk menjelajahi terowongan gelap kebohongan menuju cahaya kebenaran.
Selain itu, pengalaman langsung juga menjadi guru terbaik bagi mahasiswa modern ini. Keterlibatan dalam kegiatan sosial seperti debat publik atau organisasi kemahasiswaan memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran dengan berbagai pandangan berbeda. Melalui interaksi tersebut, mereka dapat belajar mendengarkan bukan hanya mendengar meresapi keragaman perspektif sambil tetap menjaga pijakan pada prinsip-prinsip dasar logika dan etika.
Mereka juga memiliki kekuatan teknologi sebagai senjata ampuh dalam perjuangan menyaring berita palsu dari fakta-fakta handal. Dengan jari-jari lentik mengetuk layar gadget, akses ke sumber-sumber berita kredibel semakin mudah tercapai jika sekaligus disertai dengan kehati-hatian ekstra saat memilah mana infomasi relevan dan mana yang sekadar menggiring opini publik ke arah bias tertentu.
Di era post-truth ini ada tanggung jawab moral bagi setiap mahasiswa: tidak hanya mencurahkan perhatian kepada pencarian kebenaran pribadi tetapi juga memilih keberanian untuk menyebarluaskan apa pun temuan mereka kepada masyarakat luas agar turut menerangi jalan orang lain.
Ketika angin perubahan terus bertiup deras membawa liku-liku tantangan baru ke hadapan kita semua, sosok mahasiswa tetap berdiri kuat sebagai cahaya harapan serta agen perubahan aktif di generasi serba digital ini bukan hanya sebagai penyerap informasi tetapi sebagai pendorong dialog kritis demi memahami kedalaman hakikat kehidupan manusia secara utuh.
Adalah tugas besar generasi ini untuk terus melangkah meski banyaknya kabut menyesatkan siap menghadang; agar suatu saat nanti kita mampu menemukan kembali jujur itu indah dalam kesederhanaannya di tengah segala kompleksitas sebuah dunia tanpa batas soal informasi. Dengan sabar dan gigih menggali kebijakan serta layaknya penjelajah waktu merangkai benang sejarah ke masa depan gemilang kala sunyi terisi suara-suara bijak penuh pengetahuan; semoga kami selalu ingat bahwa sejatinya kebenaran adalah ikatan harmonis dari setiap cerita kehidupan manusia sendiri.
Penulis: Mas Pras
Editor: Hartanto Atmadja